cerpen bersambung, romance, wedding, love
Cincin Tunggal
tanggal post : 08 March 2019
Mora
Meja bar marmer putih susu masih menjadi jarak antara aku dan dia yang duduk berhadapan. Aku tak banyak bicara sejak tujuh menit yang lalu ia menghidangkanku chamomile tea, secangkir teh yang kuminum pelan-pelan karena di secangkir teh ini ada little happiness yang tak ingin kuhabiskan cepat-cepat. Hampir tiap minggu aku datang ke apartementnya, namun ia tak pernah memberi minuman teh favoritku.
“Kemaren kebetulan keinget untuk beli chamomile tea waktu grocery shopping sama Grey.” Ucapnya saat menyodorkanku secangkir teh dan aku menyembunyikan senyum girangku saat menghirup aromanya.
Mungkin aneh banget aku girang hanya karena secangkir teh. I drink chamomile tea everyday, aku hanya gembira karena setelah satu tahun, kini dia kembali menyeduhkan teh untukku. Every couple have their own habit, dan dia punya beberapa kebiasaan yang dia lakukan untukku. Sewaktu dulu kami masih baru kenal, dia sudah memulai kebiasaannya untuk menungguku di cafe tempatku bekerja, walaupun terkadang dia lelah, ngantuk atau badmood, dia tetap menunggu, and then he walked me home. Setelah married malah lebih banyak kebiasaan yang dia lakukan untukku, salah satunya membuatkan chamomile tea untukku sebelum tidur,
“Hey, how is your business going? I heard Nice to Meat You will soon open new branch” Tanyaku setelah kami saling diam hampir lima menit.
“ya, about two weeks, I get this startegic location di Uluwatu.” Jawabnya dengan sekilas senyum semangat yang sempat terlihat.
Aku mengaguminya sejak dulu, bahkan sebelum aku tau dia adalah anak dari salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Aku masih ingat pertama kali dia mencoba memulai bisnisnya, and for some reasons, dia memilih untuk berbisnis di bidang kuliner, sempat gagal beberapa kali before he came up with the name ‘Nice to Meat you’, restoran yang menjadikan daging sapi sebagai bahan baku utama, dengan resep ala nusantara dan dipadukan dengan sedikit sentuhan bumbu oriental. Dalam 5 tahun, Danvy bahkan sudah berhasil membuka cabang di Singapore, dan lima cabang lain yang tersebar di kota-kota yang ada di Indonesia, dan hanya dengan itu, he already feel enough and comfortable, selebihnya dia hanya bermain saham, invest di start up-start up yang sedang berkembang, lalu menunggu profit yang dia dapatkan setiap bulannya, lalu sisa waktunya yang berlebih itu, dia berikan untuk kami, but most of the times, untuk dia habiskan bersama anak kami.
Aku sadar bahwa aku cinta habis-habisan kepadanya, nggak satu hari pun dalam satu tahun ini aku tidak menginginkan untuk kembali ke pelukannya. Namun jika diingat-ingat, di tujuh tahun usia pernikahan kami, mungkin lebih dari separuhnya, aku telah menyia-nyiakannya. He is, completely, a husband material. He gave me everything. Literally everything I want to have in life.
Danvy
Perhatian gue tercuri lagi oleh wedding ring yang masih aja melingkar di jari manis Amora, saat gue lihat dia memegang cangkir teh yang gue suguhkan untuknya. Udah satu tahun berpisah, nggak mungkin kan dia lupa melepaskan cincin kawinnya, atau karena ada alasan lain? Or is it because she loves the ring that much, because it cost very expensive, or because the ring has my name on it?
“They sent me the financial report of Out-FIT-U, seems very good for the company’s future I guess.” Aku tersenyum saat menyingungnya soal prospek businessnya yang semakin hari semakin menjanjikan, kayaknya gue perlu bangga, entah itu sebagai salah satu investor atau sebagai mantan suaminya yang dulu pernah support dia dan bisninya dari awal.
Amora tersenyum. “Thanks, that will never happen if you’re not involved, I guess.” Jawabnya lalu kembali meminum teh favoritnya itu.
Gue nggak pernah nyangka sebelumnya kalo hal paling gagal yang pernah gue lakuin itu adalah, saving my marriage. Gue sempat belajar dari Ayah gue, yang terbukti bisa build a healthy and loving marriage. Yeah I know, pathetic karena gue gak hanya minta business coaching ke ayah gue, tapi juga marriage coaching. Menurut ayah gue, laki-laki yang bertugas sebagai kepala keluarga itu harus benar-benar sanggup mengerti akan pasangannya, dan juga mampu membuat pasangannya itu mengerti tentang apa yang suaminya butuh. Simplenya, kalo kamu ingin pasangan kamu ngertiin kamu, ya kamu harus ngertiin dia dulu.
Remembering back then when I met her (that I thought) the love of my life, Amora Winarto, gue nggak pernah bayangin kalo gue akan menceraikannya, yang gue bayangin waktu pertama kali bertemu dia, of course, our first kiss, my wedding proposal, our unforgetable wedding party, greatest honey moon, dan Mora bakal kasi yang gue mau, a son, and she did, dia melahirkan anak laki-laki pertama kami, 6 tahun yang lalu. Sejak itu gue merasa cukup, I already have everything in life.
I am enjoying every stuff in this parenting moment, gave my full time to my only son and of course my only smartass wife. Lalu apa lagi hal yang menurut dia gue nggak ngerti? Bukankah gue udah kasi semuanya ke dia? But why she didn’t do the same?