Belajar Tentang Revolusi Industri China


tanggal post : 28 April 2015
Belajar Tentang Revolusi Industri China

Pada Kesempaatan kali ini, redaksi danmogot.com  akan membahas tentang bisnis retail/e-tail pada revolusi industri china, dengan harapan kita sebagai pembaca yang bijak dapat mengaplikasikan untuk bisnis online / online marketing di Indonesia demi kemajuan ekonomi di negara kita.

Saat ini, China masih menjadi negara dengan pasar electronic retail (e-tail) terbesar kedua di dunia. Sektor e-tail di China ini memainkan peran lima sampai enam persen dari total penjualan ritel di China pada tahun 2012. Proses transaksi ini paling besar terjadi di digital marketplace.

grafik e-retail china

Kutipan : marketeers.com

Bagaimana China bisa membangun bisnis ritel elektronik ini dengan gemilang? McKinsey Global Institute belum lama ini merilis temuan yang dibungkus dalam laporan berjudul"China's e-tail Revolution: Online Shopping as a catalyst for growth." 

 

Struktur pasar yang berbeda

Sekitar 90 persen dari proses ritel elektronik di China terjadi di virtual marketplace, tempat di mana produsen, pengecer besar dan kecil, maupun individu menawarkan produk dan layanannya kepada konsumen melalui situs online. Situs-situs belanja juga memainkan peranan penting seperti alibaba, paipai dll. Sistem tersebut juga didukung oleh fasilitas yang kuat seperti transportasi, pemmbayaran lsitrik dll

Sementara, di Amerika Serikat, Eropa, maupun Jepang, modelnya didominasi dengan melibatkan peritel online maupun peritel fisik, seperti Best Buy, Carrefour, Darty, Dixons, maupun Wal-mart. 

China sebagai warga yang konsumtif

Salah satu mesin pendorong yang unik dari pasar e-tail di China adalah kekuatan konsumsi. Menurut survei McKinsey, proses e-tailing ini bukan sekadar menjadi saluran pengganti untuk pembelian di offline. Tapi, kanal ini memang memacu konsumsi tambahan, khususnya di daerah yang kurang berkembang.  

Dengan analisis pola konsumsi di 266 kota di China, McKinsey menemukan fakta bahwa kota-kota tersebut menyumbang 70 persen dari penjualan ritel secara online. Temuan lain mengatakan konsumsi USD 1 secara online menggantikan sekitar 60 sen dari penjualan di toko-toko offline dan menghasilkan sekitar 40 sen konsumsi tambahan. 

grafik e-retail china

Kutipan : marketeers.com


Dampak ritel elektronik ini terasa di kota-kota kecil di China. Meskipun pendapatan masyarakatnya tergolong lebih rendah dari masyarakat perkotaan, jumlah pembelanja online dan juga uang yang dibelanjakan secara online tidak kalah besar dengan yang ada di kota.  Selain itu, ritel elektronik ini juga memungkinkan masyarakat di kota-kota kecil bisa mengakses produk-produk yang selama ini belum bisa mereka rengkuh karena alasan geografi. 

Efek Lompatan

Perkembangan ritel di China sedikit berbeda dengan perkembangan ritel di negara-negara maju.  Biasanya, di negara maju, prosesnya akan diawali dengan munculnya pemain-pemain dominan secara regional. Hal ini kemudian terkonsolidasi ke dalam wilayah nasional dengan munculnya pemain-pemain dominan di dalamnya. 

Sementara di China, pemain-pemain dominan ini belum muncul dalam proses ritel tradisional. Tapi, gabungan antara toko ritel fisik dan online membuat industri ritel, baik fisik maupun online terus bertumbuh. Pemain-pemain lokal bermunculan dengan kekuatan besar. Sebut saja Alibaba yang memiliki pasar Taobao atau 360buy.com yang menguasai pasar elektronik. 

Prediksi pertumbuhan ritelnya masih mengesankan. McKinsey memperkirakan pada tahun 2020, pertumbuhan tahunannya akan sebesar 15 sampai 20 persen  (sebelum inflasi). Ritel elektronik ini akan menjadikan penjualan USD 420 miliar menjadi USD 650 miliar dalam penjualan. Pasar China juga bakal sejajar dengan pasar di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, maupun Prancis. 

Bagaimana di Indonesia ? 

Data diatas yang dikutip dari marketeers.com bisa kita gunakan sebagai landasan pengembangan e-retail di indonesia. Jika kita melihat pasar, geografis, prosentase golongan masyarakat (kelas atas, menengah, bawah) dan kondisi akses ke daerah lain, bisa kita lihat bahwa Indonesia pun memiliki potensi yang sama untuk mengembangkan pola e-retail.

Tingkat kebutuhan di daerah yang semakin tinggi dan belum diimbangi dengan infrastruktur. Maka bisnis online e-retail dapat menjadi suatu pilihan untuk menjangkau masyarakat daerah, terutama masyarakat kelas menegah kebawah.

Prosentase masyarakat kelas menengah kebawah Indonesia yang masih tinggi, dapat menjadi peluang berkembangnya bisnis online. Hal ini dikarenakan berbagai alasan. Pertama, bisnis online adalah bisnis yang sedikit memerlukan infrastruktur. Kedua, Efektif untuk menekan pengeluaran rutin disebabkan penghematan tenaga kerja dan biaya-biaya rutinitas lainnya. Ketiga, kondisi transportasi menuju ke perkotaan atau daerah lain masih banyak mengalami kendala. Sehingga menimbulkan keengganan masyarakat untuk keluar daerah.

Hal-hal lain yang bisa kita jadikan landasan perkembangan e-retail di indonesia adalah tingginya interaksi online masyarakat indonesia melalui berbagai media ( Twitter, Facebook dll ). Interaksi online masyarakat indonesia selalu menempati rangking tinggi. Di dukung juga dengan sifat konsumtif masyarakat indonesia yang masih sangat tinggi.

Jadi, Tertarik untuk mengembangkan bisnis Online ?

Redaktur : Akhmad Khasan @ danmogot.com

Artikel Terkait

Viewer : 536 User: