Cerita2D, Cerbung, Romance, Metropop

Office Romance (Part 2)


tanggal post : 17 October 2018
Office Romance (Part 2)

Moza
“Kenapa? Aneh ya?”
Sambil masih memerhatikan alisku, Ben menjawab, “Enggak kok, cantik.”
Dan hatiku tersenyum saat itu.
(Sebelumnya: Office Romance part 1)
 
 
B.O.B
You know what thing bothers you most in office? Bukan karena kebetulan AC di ruangan lo mati, bukan karena tugas kantor lo terlalu berlebih, bukan juga karena kopi buatan OB di kantor lo rasanya nggak enak, tapi bagi gue, yang paling bikin risih adalah, saat atasan lo banding-bandingin kinerja lo dengan partner lo.
     Apa sih motifnya Pak Robert pagi ini ngomongin tentang kemajuan dan peningkatan potensi sumber daya manusia? Bukannya review dari pihak HRD tentang kinerja gue bulan ini udah sangat jauh membaik? Sial banget gue tadi pagi lewat ruang meeting dan langsung dipanggil saat Pak Robert ngeliat gue. Dan double zonk banget saat gue tau beliau bersama Danu di dalam ruang meeting itu.
     Yang bikin nggak enak tuh Danu temen gue dari awal training. Dari sekian banyak temen cowo atau co-workers di kantor ini, gue paling suka berteman dengan Danu. Satu kantor juga tau kalo dia Bosses’ Darling. Persaingan kerja kami dimulai setelah program training selama 6 bulan selesai, dan kami disebar di beberapa kantor cabang perusahaan. Gue, Danu, Moza dan dua teman kami ditugaskan bekerja di kantor cabang Medan. Selama satu tahun gue jungkir balik untuk menemukan cara agar kinerja gue bisa agak lebih baik dari Danu. And I was succeed, gue berhasil mencuri perhatian atasan gue. Sialnya, Danu juga mendapat perhatian yang sama.
      Setelah setahun di Medan, kami berlima dipindahtugaskan ke kantor cabang Surabaya, dan di sana, dengan rekomendasi atasan kami yang di Medan, pimpinan perusahaan cabang Surabaya langsung menawarkan promosi jabatan ke kami berdua. Long story short, he got the table there. Langsung memimpin satu divisi. Sementara gue, Moza dan dua teman kami-setelah setahun mengabdi di kantor cabang Surabaya-‘dipulangkan’ kembali ke kantor pusat.
     No hurt feeling antara gue dan Danu, he deserves it. Gue hanya lelah aja bersaing dengan teman terdekat gue di kantor. Lagipula tujuan gue bekerja, salah satunya untuk bahagia, dan selama kembali ke Jakarta, gue cukup bahagia setelah bertemu dengan Gita. Nggak seperti si Moza tuh, kembali ke Jakarta tanpa Danu, nggak semangat kerja lah, galau lah, apa sih itu sebutannya yang biasa dia bilang? Gloomy Feeling? Pantas aja dia senang riang gembira sewaktu Danu kembali ke kantor ini.
 
Moza
That Gloomy Feeling I got when it comes to him, talking about his favorite girl in this building. Dari enam bulan yang lalu deh kayaknya, this bastard man-called Ben-memutuskan untuk memberi ruang dan menyimpan nama ‘Gita’ di otaknya yang  50% berisi tentang dirty jokes, 15% berisi tentang urusan kantor, 20% berisi tentang games favoritnya, dan sisanya tentang makanan yang katanya kelezatannya bisa bikin dia lupa diri-kalo minjam istilah yang sering dia gunakan-orgasmic katanya.
     “Ben, ini ngapain sih kita berdiri-berdiri di sini?” Tanyaku sebal, sementara Ben, masih sibuk dengan ponselnya.
     Ini tuh persis banget sewaktu pertama kali si Ben ketemu si Gita. Emang dasar banyak banget akalnya supaya bisa ketemu dan ngobrol serta modus buat ngajakin makan siang bareng. Sengaja banget dia dari lantai 7 ke lantai 4 naik lift, dan dari lantai 4 ke lantai 3, dia memilih lewat tangga, supaya bisa muncul tepat di samping kantornya si Gita dan sekalian bisa ngelirik-lirik ke meja kerjanya. Dan mirisnya, si bangsat Ben ini selalu minta ditemenin, coward banget. Pengen sekali-kali pas turun tangga, kusleding aja dia supaya yang mendarat di lantai tiga tuh wajahnya duluan.
     “Ya nungguin si Danu kan? Atau buruan WA dia deh, bilang kalo gue udah lapar”
     “Ya nungguinnya di lantai dasar juga bisa Ben, bilang aja lho nungguin Gita.”
     Ini bukan yang pertama kalinya Ben bertingkah seperti pria penggoda, sejak kenal dan berteman dekat dengannya, aku tau persis kalau hobinya itu menikmati paras indah kaum hawa. Tapi kali ini aku mulai khawatir kalau Ben benar-benar serius mendekati Gita. Enam bulan bukan waktu yang singkat untuk masa perkenalan dan penjajakan, setidaknya bukan bagi seorang fucking jerk seperti Ben.
     Dan bagiku, yang bisa bikin aku sadar kalau selama ini, bersama dengan dia sudah menjadi kebutuhan, adalah saat Ben bilang, “Kayaknya gue jatuh hati deh Mo, sama Gita.”
     Rasanya aku yang terjatuh dari tepi jurang saat itu.
Semenjak itu, si asshole satu ini sering banget ngomongin Gita, “Cantik ya si Gita itu Mo, warna bibirnya shocking pink gitu, she has a kind of lip that I’d love to kiss.
Dan gara-gara itu juga aku iseng beli liquid lipstick berwarna pink, yang ada wajahku malah terlihat kayak ABG tua banyak pikiran gitu, sialnya aku lupa bawa lipstickku dan bela-belain nyuruh adikku untuk kirim via GO-Send tadi pagi.
     Bajingan ya lo Ben, selama ini kalo kita kerja bareng dan terlibat project yang sama, lo selalu ngerti dan paham maksud gue dan maunya gue tanpa perlu gue jelasin. Why don’t you do the same thing toward my feeling?
 
Gita
Aku baru saja keluar dari area kantorku saat Ben menyapa. Seperti biasa, dia selalu terlihat dengan mbak Moza. Aku mengenal Ben sejak Bank yang memperkerjakanku pindah lokasi ke lantai 3 gedung milik perusahaan tempat  Ben bekerja. Dia baik, ramah, lucu but sometimes, at some point and moment, I didn’t get his humour at all.
     “Makan siang bareng kita aja yuk Ta,” Ajaknya.
Awalnya aku menolak secara halus, bukan karena aku nggak mau, hanya saja aku segan bila terlalu sering makan siang dengan Ben dan juga mbak Moza, bukankah mereka juga butuh waktu berdua? Karena bagiku yang belum lama mengenal mereka saja, sudah bisa menilai, it will be perfectly match if they are together.
     Namun aku dengan mudah bilang ‘iya’ setelah Mas Danu muncul dan mengajakku untuk makan siang bersama mereka.
 
Danu
Hari pertama gue kembali ke Concept.id Building, gedung kantor gue tercinta ini, gue berkenalan dengan Gita, pegawai Bank Swasta yang udah lama bekerjasama dengan perusahaan tempat gue cari nafkah. Saat itu gue kehilangan kartu ATM dan Gitalah Customer Service yang menangani masalah gue. Siang ini gue lihat Gita ternyata udah kenal lama dan akrab dengan Ben juga Moza, karena itulah gue mengajaknya makan siang bareng ke tempat favorit kami dulu sewaktu menjalani masa pelatihan di kantor ini, dan sore harinya gue tau kalau sohib gue, si Ben, naksir berat sama Gita.
      
B.O.B
Memang benar gue naksir Gita. Enam bulan lebih gue melakukan PDKT sembunyi-sembunyi untuk tau sifatnya Gita, dan sampai sekarang gue tetap suka, hanya saja ada yang kurang dari proses penjajakan gue kali ini, yang bikin gue masih ragu-ragu untuk memintanya jadi pacar gue. Tapi gue belum tau juga apa problemnya. Gue sempat bertanya-tanya, ‘apa gue udah nyaman sendirian ya setelah sudah 2 tahun menjomlo?’ tapi kan saat ini udah bukan masanya lagi buat gue untuk play in relationship, I should plan for the marriage life. Ini ibarat gue mau beli kopi Starbucks favorit gue, tapi sebenarnya gue belum pengen minum kopi, karena saat haus, yang gue cari selalu air putih.
 
To Be Continue...

Artikel Terkait

Viewer : 382 User: